Home > Nasional

Ancaman dari Tepi Pantai: Merumuskan Strategi Nasional untuk Resiliensi Masyarakat Pesisir dan Pulau Kecil

ADEXCO 2025 menjadi bagian dari Indonesia Energy Engineering Series (IEE Series 2025), yang juga menghadirkan pameran Construction Indonesia,
Dok. BNPB
Dok. BNPB

TOPNEWS62.COM, JAKARTA – Sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal dan menggantungkan hidupnya di wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil. Namun, kawasan ini menghadapi beragam ancaman mulai dari abrasi, banjir rob, hingga cuaca ekstrem akibat perubahan iklim. Menyikapi tingginya kerentanan tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) menggelar seminar bertajuk “Ancaman dari Tepi Pantai: Mencari Strategi Nasional untuk Resiliensi Masyarakat Pesisir dan Pulau Kecil”. Acara ini menjadi bagian dari rangkaian The 4th Asia Disaster Management & Civil Protection Expo & Conference (ADEXCO) di Jakarta International Expo (JIExpo), Jumat (12/9).

Seminar menghadirkan berbagai pemangku kepentingan lintas sektor, mulai dari pemerintah, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, hingga tokoh masyarakat. Mereka berbagi praktik baik dan strategi mitigasi yang sudah dilakukan di sejumlah daerah.

Dalam sesi Ignite Stage I, Palang Merah Indonesia (PMI) melalui Ridwan S. Carman menegaskan pentingnya sinergi PMI, pemerintah, akademisi, dan tokoh agama untuk memperkuat ketangguhan masyarakat pesisir. Sementara itu, Universitas Pertahanan RI (Unhan) yang diwakili Brigjen TNI Susanto dan Laksamana Pertama TNI Dr. Yanda Dwira Firman Z, memaparkan solusi mitigasi pasang surut di Muara Angke dengan pembangunan rumah apung, rumah panggung, serta penataan lingkungan pemukiman.

Dari sisi lingkungan, Abdul Wahib Situmorang (Yayasan CARE Peduli) menekankan peran penting ekosistem mangrove, yang terbukti mampu mengurangi dampak gelombang besar. Ia juga menyoroti perlunya pelibatan masyarakat, khususnya perempuan, dalam pengambilan keputusan di wilayah pesisir.

Sesi panelis menghadirkan Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB, Raditya Jati, yang menekankan pentingnya membangun kesadaran kolektif menghadapi risiko bencana. “Kepulauan di Indonesia berada pada zona merah dan kuning. Risikonya tinggi, tapi bukan berarti kita menyerah,” tegasnya.

Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas, Mohamad Rahmat Mulianda, mengingatkan bahwa perubahan iklim berpotensi memicu penggenangan wilayah pesisir dan pergeseran tata ruang dengan kerugian mencapai Rp72,9 triliun jika tidak diantisipasi. Dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Abdi Tunggal Priyanto menambahkan perlunya perencanaan ruang laut yang terintegrasi dengan mitigasi bencana.

Program konservasi mangrove di Demak yang dipaparkan Dompet Dhuafa, hingga rekomendasi relokasi adaptif dari Ketua Umum MPBI Avianto Amri, turut memperkaya diskusi. Avianto menekankan lima poin penting, termasuk perlunya cetak biru ketangguhan bencana untuk pesisir dan pulau kecil.

Pada Ignite Stage II, Yayasan Penabulu, Rumah Zakat, dan WLHL memaparkan pengalaman komunitas dalam memperkuat resiliensi, mulai dari penguatan pengetahuan lokal, pengelolaan mangrove berbasis masyarakat, hingga edukasi iklim dan inovasi pengolahan sampah laut menjadi BBM.

ADEXCO 2025 menjadi bagian dari Indonesia Energy & Engineering Series (IEE Series 2025), yang juga menghadirkan pameran Construction Indonesia, Concrete Show South-east Asia – Indonesia, serta Water Indonesia.

× Image