Menjaga Hati, Menemukan Bahagia di Tengah Problematika Hidup

TOPNEWS62.COM, DEPOK – Dalam realitas kehidupan, setiap orang pasti berhadapan dengan tantangan. Ada yang harus berjuang mengatasi kesulitan ekonomi, ada yang terhambat akses pendidikan, bahkan ada pula yang tergoda rasa malas dalam menuntut ilmu. Namun, di balik semua itu, akar masalah sering kali bermuara pada kondisi hati yang tidak tenang.
Dalam tradisi Islam, hati atau qalb bukan sekadar organ batin, melainkan pusat kesadaran dan pengendali tindakan. Al-Qur’an mengingatkan manusia agar tidak membiarkan hati terkunci dari kebenaran. Firman Allah: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24).
Pesan ini menegaskan pentingnya membuka hati. Sebab, hati yang tertutup akan menolak kebenaran, hidup dalam keresahan, bahkan menjerumuskan pemiliknya pada kebinasaan.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menggambarkan hati sebagai raja dengan tiga pasukan:
- Tentara eksternal, yaitu anggota tubuh seperti mata, telinga, tangan, dan kaki.
- Tentara internal, berupa nafsu, kemarahan, ilmu, dan kebijaksanaan.
- Tentara penjaga, yakni pengelola imajinasi dan informasi.
Ketika hati sebagai raja lemah, tentaranya bisa berbalik menipu dan menjerumuskan manusia.
Tanda-tanda hati yang sakit mudah dikenali: marah tanpa kendali, rakus, iri, cinta dunia berlebihan, takut miskin, hingga berprasangka buruk. Obatnya, kata para ulama, adalah dzikir, ilmu, dan hikmah. Dengan itu, nafsu terkendali, amarah terjaga, dan sifat pemaaf tumbuh.
Menjaga hati bukan hanya persoalan spiritual, melainkan kebutuhan sosial. Masyarakat dengan hati yang tenang akan lebih damai, saling menghargai, dan kuat menghadapi problem bersama. Pada akhirnya, ketika hati terjaga, rasa syukur dan kebahagiaan hadir secara alami.
Mas Imam Nawawi