Home > Nasional

Meningkatkan Ekonomi Zakat dan Menguatkan Larangan Perjudian

zakat seharusnya diperhitungkan dan dimanfaatkan secara lebih strategis dalam upaya memperbaiki perekonomian nasional yang masih menghadapi kesenjangan sumber daya.
Dok.kemenag
Dok.kemenag

TOPNEWS62.COM - Pada tahun 1984, Sri-Edi Swasono, seorang ekonom ternama dan menantu Bung Hatta, mengemukakan pandangan visioner tentang zakat yang masih sangat relevan hingga saat ini. Sebagai Guru Besar Ilmu Ekonomi di Universitas Indonesia dan mantan Asisten Menteri/Kepala Bappenas, Sri-Edi mengusulkan bahwa zakat seharusnya diperhitungkan dan dimanfaatkan secara lebih strategis dalam upaya memperbaiki perekonomian nasional yang masih menghadapi kesenjangan sumber daya. Dengan memperkuat peran zakat, tidak hanya efektivitasnya akan meningkat, tetapi juga peran Islam dalam perekonomian nasional akan lebih signifikan. Umat Islam dapat berkontribusi lebih aktif dalam menentukan arah ekonomi Indonesia.

Penelitian menunjukkan bahwa zakat bisa menjadi solusi alternatif untuk mengatasi kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Afzalur Rahman, Deputi Sekretaris Jenderal The Muslim School Trust London UK, dalam bukunya Doktrin Ekonomi Islam (Jilid 3 dan 4), menjelaskan bahwa zakat adalah kewajiban agama yang harus dipenuhi oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat tertentu (nisab) dalam kondisi apapun. Dana yang terkumpul digunakan untuk membantu anggota masyarakat yang kurang beruntung, sehingga zakat berfungsi sebagai lembaga penjamin (asuransi) dan penyedia dana cadangan bagi komunitas Islam. Salah satu tujuan utama zakat adalah mengurangi ketimpangan ekonomi di masyarakat.

Al-Quran dalam surat Al-Baqarah ayat 219 dan surat Al-Maidah ayat 3 serta ayat 90, memperingatkan bahaya riba dan perjudian sebagai kejahatan sosial. Kata "maisir" (judi) dalam bahasa Arab berarti memperoleh sesuatu dengan mudah tanpa kerja keras. Islam secara tegas melarang segala bentuk perjudian dan penjualan undian bagi umat Muslim, sebagaimana ditegaskan oleh Rahman.

Sebagai rukun Islam ketiga, zakat memiliki pesan teologis untuk mendorong pemerataan ekonomi tanpa riba, perjudian, dan korupsi. Dari sudut pandang ekonomi, zakat mendorong setiap Muslim untuk mencari rezeki yang halal. Zakat, yang berarti bersih dan tumbuh, bukanlah untuk membersihkan harta yang tidak halal, melainkan untuk membersihkan harta halal dari hak-hak orang lain, seperti hak fakir miskin dan ibnu sabil.

Penerima zakat, dengan usaha dan kegigihan, bisa mencapai kemandirian dan menjadi pembayar zakat. Penyaluran zakat melalui organisasi pengelola dilakukan dengan pola konsumtif untuk memenuhi kebutuhan dasar mustahik dan pola produktif untuk meningkatkan kualitas hidup serta kemampuan ekonomi. Dalam konteks ekonomi, zakat menggerakkan perputaran uang dan modal dari yang berkecukupan kepada yang membutuhkan.

Semangat zakat mengingatkan bahwa kepemilikan memiliki fungsi sosial dan kekayaan tidak boleh hanya beredar di tangan sekelompok orang. Upaya penanggulangan kemiskinan dalam Islam, seperti yang dijelaskan oleh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam bukunya Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, meliputi kerja, bantuan dari sanak famili yang berkecukupan, zakat, jaminan keuangan negara (Baitul Mal), kewajiban di luar zakat seperti hak tetangga, kurban, fidyah, dan lainnya, serta sedekah sukarela dan kemurahan hati individu seperti wakaf.

Kewajiban zakat mengajarkan etika ekonomi yang bebas dari riba, perjudian, dan korupsi. Perjudian, baik tradisional maupun online, menyedot perputaran uang dalam jumlah besar tanpa membawa kesejahteraan bagi masyarakat.

K.H. Bisri Mustofa dalam tafsir Al-Ibriiz mencatat bahwa sahabat Umar bin Khattab, Mu’adz bin Jabal, dan beberapa sahabat Anshar meminta fatwa kepada Nabi Muhammad tentang hukum khamr (minuman keras) dan maisir (judi). Allah menurunkan surat Al-Baqarah ayat 219 yang menyatakan bahwa meskipun kedua perbuatan tersebut memiliki manfaat, dosanya lebih besar dari manfaatnya.

Perjudian online yang marak belakangan ini menjerat banyak orang, mulai dari dewasa hingga remaja, pekerja formal dan informal. Kecanduan judi memiliki efek negatif yang serius di masyarakat, melemahkan motivasi kerja, mendorong mental spekulatif, dan menciptakan perputaran uang yang tidak sehat dalam perekonomian. Kerusakan moral akibat perjudian jauh lebih besar daripada keuntungan yang didapat. Bahaya riba dan judi diperingatkan dalam ayat-ayat Al-Quran agar manusia menjauhi perbuatan dosa tersebut.

Perputaran uang yang bersih dari perjudian dan riba mencerminkan sehatnya perekonomian. Sebaliknya, perputaran uang dari praktik judi, riba, dan korupsi merusak kesejahteraan individu dan masyarakat.

Ekonomi syariah dan ekonomi halal mendorong perputaran uang tanpa judi, riba, dan korupsi. Dalam negara yang berdasarkan Pancasila, dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, segala perbuatan yang bertentangan dengan norma agama dan hukum tidak dapat dibiarkan.

Judi dilarang berdasarkan hukum (KUHP) dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Judi adalah sumber kekacauan dalam keluarga, membuat orang malas bekerja, dan bertentangan dengan tujuan pembangunan sumber daya manusia yang produktif. Judi menjauhkan berkah, sehingga sosialisasi dan edukasi larangan judi serta langkah untuk menghentikan judi online yang kini sudah meresahkan memerlukan kerjasama berbagai pihak.

Perjudian memperparah kemiskinan, baik materi maupun rohani. Berbeda dengan ekonomi zakat yang mensejahterakan, ekonomi judi hanyalah pseudo-ekonomi, ekonomi semu yang mengandung mudharat. Dalam pemahaman beragama yang moderat, yang ditolak dan diberantas adalah perbuatan judi, bukan manusianya.

× Image