Home > Travel dan Haji

Syuriah PBNU: Haji dengan Visa Non-Haji Sah, tetapi Cacat dan Berdosa

Pelaksanaan ibadah haji dengan menggunakan visa non-haji atau secara tidak prosedural tetap sah
Dok.haji.kemenag.go.id
Dok.haji.kemenag.go.id

TOPNEWS62.COM, Jakarta - Pengurus Besar Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama (NU) telah memutuskan bahwa pelaksanaan ibadah haji dengan menggunakan visa non-haji atau secara tidak prosedural tetap sah, namun dianggap cacat dan pelakunya dinilai berdosa. Keputusan ini diambil dalam musyawarah yang digelar pada 28 Mei 2024 di Jakarta.

Musyawarah tersebut dipimpin oleh Rais ‘Aam KH Miftachul Akhyar dan Katib Aam KH Ahmad Said Asrori, dengan format hybrid yang menggabungkan pertemuan daring dan luring. Beberapa tokoh NU yang turut hadir antara lain KH. Afifuddin Muhajir, KH. Musthofa Aqiel Siraj, dan KH. Masdar F Masudi. Perwakilan dari Kementerian Agama RI seperti Staf Khusus Menteri Agama RI Ishfah Abidal Aziz dan Direktur Bina Haji Arsad Hidayat juga hadir.

"Dalam musyawarah ini diputuskan bahwa ibadah haji dengan visa non-haji (tidak prosedural) dianggap sah namun cacat, dan pelakunya berdosa," demikian dinyatakan dalam Lampiran Keputusan Pengurus Besar Harian Syuriyah NU pada Kamis (30/5/2024).

Pertimbangan Keputusan

Beberapa alasan mendasari keputusan ini:

1. Istitha'ah (Kemampuan): Syarat utama untuk beribadah haji adalah kemampuan (istitha'ah), yang meliputi kemampuan finansial untuk biaya haji dan keluarga yang ditinggalkan, kesehatan fisik yang baik, serta kemampuan untuk menjaga keamanan selama di Tanah Suci. Istitha'ah ini diatur oleh otoritas terkait baik di negara pemberangkatan maupun oleh Kerajaan Arab Saudi, termasuk pengaturan kuota haji.

2. Regulasi Visa Haji: Di Indonesia, menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terdapat dua jenis visa haji yang legal: visa haji kuota Indonesia (reguler dan khusus) dan visa haji mujamalah (undangan dari Kerajaan Arab Saudi), yang dikenal sebagai haji furoda.

3. Penyalahgunaan Visa: Beberapa oknum memanfaatkan antrean panjang dengan menawarkan haji menggunakan visa non-haji seperti visa ziarah, visa pekerja, visa turis, dan visa umrah. Praktik ini ilegal karena tidak sesuai prosedur dan kuota yang ditetapkan.

4. Ketidaksabaran Masyarakat: Banyak masyarakat yang tergiur untuk melakukan haji dengan visa non-haji demi menghindari antrean panjang, namun mereka seringkali tidak menyadari risiko dan dampak negatif dari tindakan tersebut, termasuk masalah hukum dan kurangnya perlindungan sebagai WNI di luar negeri.

5. Masalah Penyelenggaraan: Jemaah haji non-prosedural tidak tercatat resmi dan seringkali mengambil tempat yang sudah disediakan untuk jemaah resmi, menyebabkan ketidaknyamanan dan masalah logistik di lokasi haji.

Dampak dan Rekomendasi

Penggunaan visa non-haji melanggar aturan syariat yang mewajibkan ketaatan pada ulil amri dan perjanjian, serta berpotensi membahayakan diri sendiri dan orang lain. Hal ini dianggap sebagai tindakan zalim karena mengambil hak jemaah resmi dan memperparah kepadatan di lokasi haji.

Oleh karena itu, Pengurus Besar Harian Syuriyah NU merekomendasikan pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai larangan haji non-prosedural. Sosialisasi tentang regulasi ini perlu diperkuat sebagai bentuk amar ma’ruf yang dianjurkan dalam Islam.

× Image