Home > Nasional

Kemiskinan: Antara Kerja Keras dan Mentalitas

Persoalan kemiskinan bukan semata tentang etos kerja, tetapi juga soal akses terhadap faktor produksi: lahan, modal, teknologi, pendidikan, hingga pasar. Banyak masyarakat miskin terjebak dalam sistem yang tidak adil, sehingga tenaga mereka dihargai
Dok. Sigit Iko
Dok. Sigit Iko

TOPNEWS62.COM, BOGOR – Kemiskinan kerap disalahpahami hanya sebagai akibat kemalasan. Padahal, realita di lapangan sering kali menunjukkan hal yang berbeda. Banyak keluarga miskin justru bekerja keras setiap hari — bangun sebelum fajar, menggarap sawah, menjadi buruh tani, berdagang kecil, hingga melakukan pekerjaan serabutan tanpa mengenal lelah. Sayangnya, kerja keras itu kerap tidak berbanding lurus dengan hasil yang diperoleh karena mayoritas terserap di sektor berupah rendah dengan produktivitas terbatas.

Persoalan kemiskinan bukan semata tentang etos kerja, tetapi juga soal akses terhadap faktor produksi: lahan, modal, teknologi, pendidikan, hingga pasar. Banyak masyarakat miskin terjebak dalam sistem yang tidak adil, sehingga tenaga mereka dihargai murah. Akibatnya, meski sudah bekerja keras, mereka tetap kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, apalagi membangun aset untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Dengan demikian, kemiskinan bukan hanya masalah individu, melainkan juga persoalan struktural.

Namun, pembicaraan mengenai kemiskinan tidak berhenti pada soal kekurangan materi saja. Ada dimensi lain yang tak kalah penting, yakni mental miskin. Menariknya, mental miskin ini dapat melekat pada siapa pun — bahkan mereka yang kaya, berpangkat, atau berpendidikan tinggi.

Ciri mental miskin antara lain selalu merasa kurang, lebih suka meminta daripada memberi, menuntut hak tanpa menunaikan kewajiban, hingga rakus terhadap fasilitas. Ketika mental seperti ini dimiliki kalangan berpunya, dampaknya justru lebih merusak dibanding kemiskinan materi, sebab mereka memiliki kuasa untuk menyedot sumber daya publik demi kepentingan pribadi.

Dari sini kita bisa menarik kesimpulan: kemiskinan materi sering lahir dari sistem yang tidak adil, sementara kemiskinan mental berasal dari sikap batin yang tak pernah puas. Karena itu, solusi mengatasi kemiskinan harus berjalan di dua jalur sekaligus — membenahi struktur agar kerja keras masyarakat dihargai secara adil, serta menumbuhkan mentalitas kaya: sikap hidup yang mandiri, berintegritas, dan mau berbagi.

Salam pemberdayaan,

Sigit Iko

× Image