Hikmah Zakat, Infak, dan Sedekah: Pilar Stabilitas Sosial Ekonomi

TOPNEWS62.COM, JAKARTA -- Sebagian orang masih kurang mendalami latar belakang mengapa Islam mensyariatkan zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Padahal, jika ditelaah lebih jauh, ZIS memiliki korelasi yang kuat dengan kelangsungan stabilitas sosial ekonomi umat.
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menyebut, zakat dapat berperan sebagai instrumen yang mengurangi disparitas ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan sosial secara menyeluruh.
Jika kita timbang dengan realitas sosial, ekonomi, dan politik terkini, kita dapat melihat adanya keserakahan yang merasuki sebagian kalangan berpengaruh. Baik masyarakat biasa maupun pejabat, cenderung ingin meraih harta sebanyak-banyaknya. Alhasil, kejahatan merajalela, keadilan tersisih, dan kesejahteraan terasa semakin jauh dari jangkauan.
Padahal, melalui zakat kita bisa membantu secara langsung orang-orang yang kesulitan, mengentaskan kemiskinan, dan menguatkan daya beli masyarakat.
ZIS Menyelamatkan Semua
Zakat, infak, dan sedekah menyelamatkan kedua pihak—mereka yang memberi maupun yang menerima.
Bagi muzakki (pembayar zakat), zakat adalah pembersih harta dan penjernih jiwa, yang mengendalikan sifat rakus. Secara sosial, dana zakat menyelamatkan kehidupan masyarakat dhuafa dan fakir miskin.
Ini menjadi bukti bahwa ketaatan membayar zakat adalah wujud keterlibatan seorang Muslim dalam menjaga kebaikan sosial-ekonomi bangsa.
Infak: Amalan Siapa Saja
Jika zakat memiliki syarat dan ketentuan tertentu, infak lebih fleksibel—siapa saja bisa melakukannya. Baik orang kaya, maupun mereka yang hidup sederhana.
Seorang kolega pernah berujar, “Boleh jadi Indonesia ini masih tegak berdiri berkat keberkahan dari infak.” Infak menggerakkan pembangunan, menopang ekonomi, bahkan menjadi sumber daya bagi para dai di pelosok negeri agar tetap teguh dalam pengabdian.
Infak juga menjaga anak-anak yatim dan dhuafa tetap mendapat perlindungan. Bahkan, Allah memuji hamba-Nya yang berinfak di jalan-Nya, mengibaratkan mereka sebagai penolong agama-Nya—padahal Allah tidak butuh bantuan manusia, melainkan sedang memuliakan hamba yang memberi.
Merawat Kebaikan ZIS dengan Kemandirian Ekonomi
Kebaikan dari ZIS tidak boleh hanya dipandang sebagai anugerah, tetapi harus dirawat. Caranya adalah dengan menguatkan ekonomi umat: memajukan usaha, meningkatkan pendidikan, dan memperluas dampak kebermanfaatan.
Pemerintah tidak cukup hanya memfasilitasi, melainkan juga harus mendorong kesejahteraan masyarakat. Budaya gemar berinfak, bersedekah, dan membayar zakat mesti menjadi arus baru.
Umat juga perlu menanamkan hidup bersahaja. Misalnya, mengendalikan gaya hidup mewah yang tidak proporsional dengan kondisi sosial masyarakat. Apakah pantas jam tangan seharga miliaran rupiah dibanggakan, sementara banyak anak bangsa tak bisa mengenyam pendidikan?
Zakat, infak, dan sedekah mengingatkan kita bahwa harta adalah amanah, bukan milik absolut yang membuat kita gelap mata atau menilai kehormatan seseorang hanya dari kekayaan.
Mari kembali kepada pilar penting pembangunan ini: ZIS—jembatan hati yang merajut persaudaraan. Saat seorang Muslim mengulurkan tangan, saat itulah lahir rasa nyaman, saling menguatkan, dan menemukan arti syukur yang sejati.
Melalui ZIS, Allah mengajarkan kita menyalurkan kemampuan untuk memberdayakan sesama. Maha Suci Allah yang memberi jalan keluar agung melalui zakat, infak, dan sedekah.*
Penulis: Mas Imam Nawawi