Home > Nasional

Indonesia 80 Tahun Merdeka: Harapan Emas atau Ancaman Runtuh?

Masa depan Indonesia, termasuk cita-cita Indonesia Emas 2045, hanya bisa diraih jika kita berlomba-lomba menjadi manusia berbudi.
Dok. Mas Imam Nawawi
Dok. Mas Imam Nawawi

TOPNEWS62.COM, JAKARTA – Pertanyaan ini kembali mencuat pagi ini (5/9/25), saat publik ramai membicarakan kasus korupsi terbaru. Entah sampai kapan kita bisa mendengar kabar yang berlawanan, kabar yang menumbuhkan harapan. Menunggu kadang terasa lama, seperti menanti jodoh. Kadang pula datang cepat. Maka, langkah terbaik bukan hanya menunggu, melainkan segera bersiap. Kita perlu menggerakkan jiwa dan raga, agar Indonesia tetap terjaga dan berjaya.

Indonesia sudah merdeka 80 tahun. Namun ketidakadilan masih belum tegak. Fakta ini membuat kita sadar: ada yang salah dalam jiwa bangsa ini.

Apalagi kita kerap mendengar narasi “Indonesia Emas 2045” – yang tinggal kurang dari 20 tahun lagi. Bagaimana mungkin kita melangkah maju bila hari ini kita masih bergelut dengan kerusakan lama yang tak kunjung dibenahi?

Jangan Biarkan Keruntuhan Mengintai Indonesia

Tak banyak yang mau membicarakan kemungkinan Indonesia runtuh. Sebagian dari kita, termasuk saya dan rekan-rekan, memilih untuk tetap optimis memandang masa depan bangsa. Namun, realitas tak akan berubah hanya dengan optimisme.

Kesadaran harus hadir, diikuti dengan aksi nyata. Aksi bukan sekadar heroik sesaat, melainkan keberlanjutan. Kita perlu paham apa yang membuat sebuah bangsa runtuh, agar Indonesia tetap tegak.

Dua Sebab Keruntuhan Bangsa

Sejarawan Arnold Toynbee – sebagaimana dikutip Sutarjo Adisusilo dalam buku Filsafat Sejarah Spekulatif – menyebut beberapa sebab peradaban runtuh. Dua di antaranya relevan untuk kita.

Pertama, kegagalan kelompok masyarakat dalam menghadirkan solusi kreatif atas tantangan bangsanya.

Jika para pemimpin terus berjanji memberantas korupsi, tetapi sunyi dalam aksi, itu alarm yang jelas: bangsa ini sedang tidak baik-baik saja.

Kedua, hilangnya ikatan dan kesatuan sosial. Masyarakat terpecah menjadi kelompok-kelompok yang apatis.

Jika kenyataan hari ini tak mampu memacu semangat membangun Indonesia untuk 20 tahun mendatang, boleh jadi rakyat negeri ini sedang kehilangan arah bahkan energi.

Padahal, peluang membawa Indonesia kembali jaya masih ada. Keruntuhan tidak terjadi seketika. Ia melalui fase demi fase. Kita harus cerdas membaca tanda-tandanya.

Pertanyaannya, pada titik mana Indonesia berada saat ini? Bila masyarakat mulai bersikap “masa bodoh”, aparat bertindak sewenang-wenang, dan ketidakadilan menjadi dominan, maka keruntuhan hanya soal waktu.

Menghidupkan Budi, Menghidupkan Bangsa

Agar keruntuhan itu tak terjadi, kita perlu melangkah secara mendasar. Dalam bahasa Buya Hamka di Tafsir Al-Azhar: “Hidupkan budi.”

Buya Hamka mengutip syair populer penyair Mesir, Ahmad Syauqi:

“Umat-umat itu lain tidak adalah budinya. Jika budinya telah hilang, umat-umat itu pun hilang.”

Buya Hamka menerjemahkannya dengan indah:

Tegak rumah karena sendi, Runtuh sendi rumah binasa. Tegak bangsa karena budi, Hilang budi, hilanglah bangsa.

Artinya jelas: masa depan Indonesia, termasuk cita-cita Indonesia Emas 2045, hanya bisa diraih jika kita berlomba-lomba menjadi manusia berbudi.

Dalam sebuah riset mahasiswa berjudul Konsep Budi Menurut Prof. Dr. Hamka (Analisis Korelasi Budi dan Akhlak) dijelaskan bahwa budi adalah cahaya dalam batin manusia. Iman menguatkan akal budi, lalu melahirkan amal saleh, kebaikan yang hakiki.

Pertanyaannya kini, apakah kita siap menjadi manusia berbudi?

Mas Imam Nawawi

× Image