Home > Wisata

Wisata Mengenal Budaya dan Kesenian Calung

Calung adalah Alat Musik Sunda yang merupakan prototipe (purwarupa) dari Angklung. Berbeda dengan Angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh Calung adalah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu).

TOPNEWS62.COM- Bandung (15/02/2024) - Sejarah alat musik Calung jejak sejarahnya dapat dilacak hingga zaman kerajaan Sunda, yang menjadikannya salah satu alat musik tertua di Indonesia. Calung seringkali digunakan dalam berbagai upacara adat dan perayaan budaya dan telah menjadi bagian penting dari identitas budaya Sunda selama berabad-abad.

Calung adalah Alat Musik Sunda yang merupakan prototipe (purwarupa) dari Angklung. Berbeda dengan Angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh Calung adalah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan Calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).

Calung juga merupakan kategori Karya budaya seni pertunjukan, termasuk seni visual, seni teater, seni suara, seni tari, seni musik, film.

Calung ini jenis alat musik yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Sunda, Jenis Calung yang sekarang berkembang dan dikenal secara umum yaitu Calung Jinjing berbentuk deretan bambu bernada yang disatukan dengan sebilah kecil bambu (paniir) yang terdiri atas empat atau lima buah. Cara memainkannya dipukul dengan tangan kanan memakai pemukul, dan tangan kiri menjinjing/memegang alat musik tersebut, sedangkan teknik menabuhnya antara lain dimelodi, dikeleter, dikemprang, dikempyung, diraeh, dirincik, dirangkep (diracek), salancar, kotrek dan solorok.

Calung menjadi popular ketika para Mahasiswa Universitas Padjadjaran (UNPAD) yang tergabung dalam Departemen Kesenian Dewan Mahasiswa (Lembaga Kesenian UNPAD) mengembangkan bentuk calung ini melalui kreativitasnya pada Tahun 1961. Menurut salah seorang perintisnya, Ekik Barkah (almarhum) pengkemasan Calung Jinjing dengan pertunjukannya diilhami oleh bentuk permainan pada pertunjukan Reog yang memadukan unsur tabuh, gerak dan lagu. Tahun 1963 bentuk permainan dan tabuh Calung lebih dikembangkan lagi oleh Studiklub Teater Bandung (STB) dan antara tahun 1964 - 1965 calung lebih dimasyarakatkan lagi sebagai seni pertunjukan yang bersifat hiburan serta media informasi, di antaranya dipopulerkan oleh Grup Calung SMAN 4 Bandung. Perkembangan selanjutnya bermunculan grup calung lainnya, dengan penambahan beberapa alat musik, misalnya kosrek, kacapi, piul (biola) dan bahkan ada yang melengkapi dengan keyboard dan gitar serta unsur vokal menjadi sangat dominan, sehingga banyak bermunculan Vokalis Calung terkenal, seperti Adang Cengos, Hendarso dan lain-lain.

Perkembangan karya budaya Saat ini masih bertahan dalam upaya Pelestarian serta promosi karya budaya dan belum ada upaya untuk pelestarian/promosi karya budaya yang bersangkutan menurut guru/maestro, komunitas atau perseorangan pemangku karya budaya, bagaimana cara-cara terbaik (Best Practices) untuk melestarikan dan mengembangkan karya budaya yang bersangkutan? Kesenian Calung agar sering dipentaskan dalam acara-acara resmi Pemerintahan supaya Calung lebih memasyarakat.

Dikutip juga dari sumber, buku Waditra mengenal alat-alat kesenian daerah Jawa Barat oleh Drs Ubun Kubarsah R menjelaskan, Calung merupaka waditra jenis alat pukul yang terbuat dari bahan bambu. Pada mulanya waditra ini merupakan seni kalangenan (bersifat hobi), namun pada perkembangannya Calung telah menjadi seni pertunjukkan yang populer.

Istilah Calung berasal dari kata ca= maca(baca), lung= linglung (bingung). Di masa lampau waditra Calung disajikan sebagai alat mandiri (tunggal) dan biasa dimainkan di tempat-tempat sepi oleh orang-orang yang sedang menunggu padi di ladang ataupun sawah. Bagi orang yang memainkannya, Calung merupakan musik pelipur lara atau pelipur hati yang sedang bingung (haté nu keur liwung).

Dok.Bandung.go.id
Dok.Bandung.go.id

Waditra Calung terdiri dari 3 macam yaitu :

1. Calung Rantay

Adalah calung yang terdiri dari bilah-bilah bambu sebanyak 10 batang, dipasang dengan cara dideretkan dengan mempergunakan ikatan-ikatan tali

2. Calung Gambang

Waditra ini hampir sama dengan Calung Rantay, perbedaanya terletak pada cara pemasangan bilah-bilah bambu yang ditempatkan pada ancak/standard, seperti waditra Gambang.

3.Calung Jingjing

Adalah calung yang setiap rumpungnya (rangkaian bilah-bilah bambu) ditampilkan dengan cara digantung (dipegang tangan sebelah kiri), tanpa mempergunakan ancak atau standard. Calung Jingjing terdiri dari 4 Rumpung bentuk. Rumpung terkecil pertama disebut Kingking berfungsi sebagai melodi. Rumpung kedua disebut Panempas yang berfungsi sebagai pemberi variasi pada arkuh lagu. Calung ketiga disebut Jongjrong berfungsi sebagai arkuh lagu dan Calung keempat yang berukuran paling besar disebut Gonggong berfungsi sebagai Kempul dan Goong.

Dalam seni pertunjukan, jenis Calung yang sering digunakan adalah Jingjing. Calung Jingjing merupakan bentuk perkembangan dari Calung Rantay dan Calung Gambang yang dikembangkan secara kreatif oleh Ekik Barkah, Parmas dkk, aktifis Departemen Kesenian UNPAD Bandung, tahun 1960.

Perkembangan Calung bukan saja pada bentuk waditranya, namun penampilannya pun telah berkembang menjadi seni pertunjukan yang bersifat tontonan atau hiburan. Bentuk seni pertunjukan Calung yang populer dewas ini telah dilengkapi dengan vokal/lagu, dialog-dialog humor, gerak-gerak lucu dan lawakan-lawakan yang mengundang gelak tawa para penontonnya.

× Image